PENGUKURAN WAKTU KERJA

⊆ 19.10 by Evans Blog | ˜ 0 komentar »

 1.1   Pengertian pengukuran waktu kerja
Merupakan Usaha untuk menentukan lama kerja yang dibutuhkan seorang Operator (terlatih dan “qualified”) dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang spesifik pada tingkat kecepatan kerja yang NORMAL dalam lingkungan kerja yang TERBAIK pada saat itu.
JENIS PENGUKURAN WAKTU SECARA LANGSUNG adalah Pengukuran jam henti (Stopwatch Time Study) Sampling kerja (Work Sampling) SECARA TAK LANGSUNG Data waktu baku (Standard data) Data waktu Gerakan (Predetermined Time System).
Pengukuran waktu yang dilakukan terhadap beberapa ALTERNATIF SISTEM KERJA, maka yang TERBAIK dilihat dari Waktu penyelesaianTERSINGKAT!! Pengukuran waktu juga ditujukan untuk mendapatkan WAKTU BAKU penyelesaian pekerjaan, yaitu waktu yang Dibutuhkan secara WAJAR, NORMAL, dan TERBAIK !!!!!

1.2   KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PENGUKURAN KERJA LANGSUNG DAN TAK LANGSUNG.

a.    Pengukuran LANGSUNG

KELEBIHANnya adalah PRAKTIS,  mencatat waktu saja tanpa harus menguraikan pekerjaan kedalam elemen-elemen pekerjaannya.

KEKURANGANnya adalah Dibutuhkan waktu lebih lama untuk memperoleh data waktu yang banyak tujuannya adalah  hasil pengukuran yang TELITI dan AKURAT Biaya lebih MAHAL karena harus pergi ketempat dimana pekerjaan pengukuran kerja berlangsung.

b.    Pengukuran TIDAK LANGSUNG

KELEBIHANnya adalah Waktu relative SINGKAT!!, hanya mencatat elemen-elemen gerakan pekerjaan satu kali saja. BiayalebihMURAH

KEKURANGANnya adalah Belum ada data waktu gerakan berupa table-tabel waktu gerakan yang menyeluruh dan rinci. Tabel yang digunakan adalah untuk orang EROPA tidak cocok untuk orang INDONESIA. Dibutuhkan ketelitian yang tinggi untuk seorang pengamat pekerjaan karena  akan berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Data waktu gerakan harus disesuaikan dengan kondisi pekerjaan Misal: Elemen Pekerjaan Kantor tidak sama dengan elemen pekerjaan Pabrik.

1.3 PERHITUNGAN WAKTU  BAKU

1. WAKTU SIKLUS
Waktu penyelesaian satusatuan produksi mulai dari bahan baku mulai diproses ditempat kerja yang bersangkutan. Merupakan JUMLAH waktu tiap-tiap elemen Job
 WS = ΣXi/N
Xi= jumlah waktu penyelesaian yang teramati
N= jumlah pengamatan yang dilakukan

2.    WAKTU BAKU
Waktu yang dibutuhkan secara WAJAR oleh pekerja NORMAL untuk menyelesaikan pekerjaannya yang dikerjakan dalam sistem kerja TERBAIK SAAT ITU.
WB = WN + 1
1= kelonggaran (allowance)

3.    WAKTU NORMAL
Waktu penyelesaian pekerjaan yang diselesaikan oleh pekerja dalam kondisi WAJAR dan kemampuan RATA-RATA.
  WN = WS x p
P adalah factor penyesuaian jika:
P = 1 bekerja WAJAR
P < 1 bekerja terlalu LAMBAT
P > 1 bekerja terlalu CEPAT

1.3 LANGKAH SEBELUM PENGUKURAN
1.    Menetapkan tujuan pengukuran yaitu untuk apa pengukuran dilakukan? Berapa tingkat ketelian & tingkat keyakinan yang diinginkan.
2.    Melakukan penelitian pendahuluan yaitu mempelajari kondisi kerja sehingga diperoleh usaha PERBAIKAN, membakukan secara tertulis sistem kerja yang telah di anggap BAIK !!, operator perlu pegangan baku.
3.    Memilih operator yang memiliki kemampuan NORMAL & dapat BEKERJA SAMA dan wajar.
4.    Melatih Operator
5.    Menguraikan pekerjaan atas elemen-elemen pekerjaan kerja dibuat sedetail mungkin dan sependek mungkin tapi masih mudah untuk diukur waktunya dengan teliti.
6.    Menyiapkan alat-alat pengukuran yaitu stopwatch, papan & lembar pengamatan, kalkulator dan alat tulis.
7.    Melakukan pengukuran waktu yaitu dengan 3 metode yang menggunakan untuk mengukur elemen-elemen kerja dengan stop watch yaitu:
a.    Continoustiming
b.    Repetitive timing menggunakan 2 atau lebih stop watch yang bekerja bergantian.

1.4 PENYESUAIAN WAKTUN DENGAN RATING PERFORMANCE KERJA
Kegiatan EVALUASI kecepatan dan performance kerja operator pada saat pengukuran kerja berlangsung merupakan bagian yang paling SULIT dan PENTING dalam PENGUKURAN KERJA. Aktivitas untuk MENILAI atau MENGEVALUASI kecepatan kerja operator dikenal sebagai: “RATING PERFORMANCE”. Tujuannya untuk meNORMALkan waktu kerja yang disebabkan oleh keTIDAK WAJARAN operator dalam bekerja.
Review:
WB = WN + l
L = kelonggaran (allowance)
WN = WS x p
P = factor penyesuaian jika:
P=1 bekerja WAJAR
p<1 bekerja terlalu LAMBAT
P>1 bekerja terlalu CEPAT
WS = ΣXi/N
Hitung rata-rata dari harga rata-rata subgroup dengan:
×= Σxi = 56 =14k 4xi= hargarata-rata dari sub grupke-ik = banyaknya subgrup Hitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian dengan rumus:σ= √Σ(xj–x)2 = √(14-14)2+(10-14)2 ++ (15-14) 2n-1 16-1= √8,13 =2,9 Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata sub grup dengan rumus:σx = σ/√n = 2,9/√4 = 1,445 n adalah besarnya subgrup Tentukan BKA dan BKB dengan rumus:BKA = x + 3 σx = 14 + 3(1,455) = 18,365 BKB = x + 3 σx = 14 -3(1,455) = 9,635 BKA dan BKB merupakan batas apakah subgroup “seragam”atau tidak, ternyata semua rata-rata sub grup  pada dalam batas control sehingga dapat digunakan untuk menghitung banyaknya Jumlah pengukuran yang diperlukan.

EVALUASI DAMPAK LINGKUNGAN

⊆ 11.34 by Evans Blog | ˜ 1 komentar »

Saat ini telah banyak dikembangkan orang dan dipergunakan berbagai metode ANDAL (Fandeli, 1995). Soeratmo (1982) menyatakan, bahwa pada saat ini macam metode Analisis Dampak Lingkungan yang dapat diketemukan mencapai lebih dar-i 50 buah. Seluruh metode itu berhubungan dengan langkah-langkah sebagai ber-ikut mengidentifikasi dampak, memprediksi dampak, menginterpretasi atau menafsir dampak, mengadakan evaluasi dampak dan juga meliputi prosedur-prosedur penitaian dan pengawasannya. Munn (1979) menyebutkan langkah-langkah dalam penyusunan AMDAL meliputi identifikasi pengaruh, prediksi, interpretasi dan evaluasi dampak serta prosedur penilaian. Setiap langkah ANDAL dapat dilaksanakan dengan melakukan survai lapangan, pemantauan, pemodelan menggunakan pedoman, studi literatur, workshop, interview dengan para ahli dan dengan pendapat masyarakat. Metode ANDAL telah dikembangkan dari yang paling sederhana hingga yang paling sempurna.
Newkirk (1979) mengelompokkan metode ANDAL atas dasar beberapa kelompok yaitu :
(a). metode Adhok dengan suatu tim para ahli, berbagai bidang,
(b). metode Checklist (daftar uji)
(c). metode Benefit-Cost Analisis (BCA),
(d). metode Input-Output Analisis,
(e). metode Overlay atau penampalan peta,
(f). metode Sistem Informasi,
(g). metode Analisis Matematis.
Sementara itu Canter (1983) telah mengelompokkan metode ANDAL atas dasar 4 kelompok yaitu : metode Checklist, metode Matrik, metode Network atau Flowchart dan metode Sistem Diagram Energi. Munn (1979) mengemukakan pada dasarnya identifikasi pengaruh dan dampak Tingkungan terbagi atas 4 (empat) metode yaitu :
(a). metode Checklist (cheklis)
(b). metode Matrices (matrik)
(c). metode Flow chart (diagram alir),
(d). metode Overlay (penampalan).
Dalam melaksanakan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), kita memerlukan 3 tahapan yang sangat penting yaitu : Identifikasi, Prakiraan dan Evaluasi Dampak. Ketiga tahapan tersebut diperlukan ketelitian dan kerjasama tim penyusun dokumen ANDAL agar didapat suatu kesimpulan yang akurat mengenai segi kelayakan lingkungan dari suatu usulan kegiatan/proyek.
Ketiga metode di atas merupakan keterpaduan analisis yang saling mendukung. Untuk hal tersebut, dalam memilih metode untuk studi AMDAL perlu dipertimbangkan berbagai metode yang ada tentang kelebihan dan kelemahannya, kegiatan proyek yang akan diAmdal, serta sifat dari rona lingkungan awal dimana proyek tersebut akan didirikan.
Identifikasi dampak merupakan langkah awal dalam menentukan komponen lingkungan apa saja yang terkena dampak serta menentukan komponen kegiatan apa saja dari suatu usulan kegiatan/proyek yang menimbutkan dampak. Sedangkan prakiraan dampak kita sudah menentukan besarnya dampak yang akan terjadi, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Dalam prakiraan dampak ini, bila besarnya melebihi atau di bawah baku mutu yang telah ditentukan dianggap dampak penting.
Sedangkan evaluasi dampak, kita telah melakukan analisis secara terpadu keseluruhan komponen lingkungan yang mengalami perubahan mendasar (dampak penting). Dari hasil evaluasi dampak tersebut dapat diketahui kelayakan lingkungan suatu proyek, pengaruh proyek terhadap masyarakat yang terkena dampak (kerugian dan manfaat), serta menjadi dasar untuk menetapkan dampak-dampak negatif yang perlu dilakukan pengelolaan dan dampak-dampak positif yang perlu dikembangkan/ditingkatkan.
9.1. PENGUKURAN DAN INTERPRETASI DAMPAK
Setelah dampak diident 1fikasi dan diprediksi, maka untuk dapat diambil suatu keputusan perlu dilakukan interprestasi dan evaluasi dampak. Khususnya evaluasi
dampak dimaksud untuk dapat mencapai 2 (dua) sasaran :
(a). Memberikan informasi tentang komponen apa saja yang terkena dampak dan seberapa besar nilai magnitude atau tingkat besaran dampak itu terjadi. Demikian pula seberapa besar derajat pentingnya dampak (nilai importance) terhadap komponen lingkungan yang terkena dampak. Derajat kepentingan dampak dapat ditentukan dengan menentukan dampak tersebut bersifat lokal, regional dan nasional yang secara jelas seperti tertera dalam Keputusan Kepata Bapedal No. Kep-056 Tahun 1994.
(b). Memberi bahan untuk mengambil keputusan terutama komponen apa saja yang terkena dampak. Sementara itu dengan informasi ini akan dapat diputuskan macam dan jenis mitigasinya. Lebih jauh dapat diketahui seluruh komponen yang terkena dmpak serta kapastian apakah ilmu pengetahuan dan teknologi mampu mencegah dan menanggulangi dampak negatif yang muncul. Apabila IPTEK tidak mampu menanggulangi dan mencegah dampak negatif, maka dapat diambil keputusan dengan alternatif :
• memindahkan rencana kegiatan pembangunan ke tempat lain atau memindah lokasi,
• mengganti peratatan atau mengganti proses pembangunan.
Sementara itu metode yang dipergunakan dalam pengukuran biasanya adalah cara-cara kuantitatif. Metode yang akan dipergunakan harus dapat menjawab pertanyaan :
(a). Apakah metode yang dipergunakan untuk mengukur dampak dapat dikuantitatifkan. Untuk memberi gambaran dampak bila ada proyek dan tidak ada proyek, atau mengukur perubahan lingkungan maka cara-cara matematis sangat cocok dan mudah diLaksanakan.
(b). Apakah cara-cara pengukuran yang dipakai sangat cocok apabila harus digunakan untuk mengukur besaran dampak. Sementara itu cara matematis ini lebih bersifat' obyektif bila dibanding dengan cara deskriptif kualitatif yang lebih banyak bersifat subyektif.
9.2. PEMILIHAN METODE
Pemilihan metode sangat menentukan dalam studi Amdal. Tim Amdal harus memilih metode Amdal mana yang harus dipergunakan, untuk mendapatkan suatu kesimpulan akhir tentang kelayakan lingkungan .
Kebiasaan suatu tim yang sudah terbiasa menggunakan metode matrik, condong akan menggunakan metode itu terus menerus untuk proyek macam apa saja tanpa mempertimbangkan bahwa proyek yang berbeda mungkin perlu menggunakan metode yang berbeda, modifikasi yang berbeda atau kombinasi yang berbeda (Suratmo, 1991).
Ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan untuk memilih metode, seperti :
(a). Memahami kelebihan dan kelemahan dari setiap metode baik dalam fungsinya maupun cara kerjanya.
(b). Penguasaan tipe dari aktivitas proyek yang akan di Amdal.
(c). Penguasaan ciri, sifat umum dan khusus dari rona lingkungan.
(d). Pemahaman dampak penting yang akan terjadi melalui skoping.
(e). Makin besar dan makin kompleks harus memerlukan metode yang lebih kompleks pula.
(f). Batasan-batasan yang tersedia dalam waktu, keahlian, biaya, peralatan dan data yang diperlukan serta teknik-teknik analisis yang diperlukan.
(g). Mempelajari metode yang digunakan tim lain dan pustaka-pustaka mengenai proyek yang sama atau sejenis.
Sedangkan untuk memilih metode Evaluasi Dampak, Adiwibowo (1995) mengemukakan beberapa pedoman umum yang dapat dipertanggungjawabkan :
(1.) Bersifat analisis serta memenuhi syarat pendekatan secara iImiah.
(2.) Bersifat holistik atau komprehensif, yakni mampu menggambarkan fenomena dampak penting lingkungan yang terjadi dalam suatu sistem lingkungan hidup serta berikut dengan interaksi-interaksi yang terjadi di dalam sistem tersebut.
(3.) Cukup fleksibel, dalam arti bahwa metode yang digunakan dapat dipakai untuk
mengevaluasi dampak lingkungan dari berbagai aspek yang satu sama lain memiliki ukuran atau unit satuan yang berbeda, dan karakteristik dampak yang berbeda-beda pula.
(4.) Dapat menampung "input" dari berbagai bidang keahlian yang terkait dan mengintegrasikannya secara keseluruhan dalam satu kesatuan analisis.
(5.) Dapat memberikan arahan bagi pengamb-jlan keputusan. Dalam hal ini metode yang dipilih harus mampu memberikan telaahan terhadap :
(a). Evaluasi terhadap alternatif rencana kegiatan atau proyek yang diusulkan.
(b). Usaha-usaha yang perlu ditempuh untuk mencegah atau menang- gulangi dampak penting"negatif.
(c). Efektivitas usulan penanggulangan dampak.
(6.) Bila metode yang dipilih menggunakan skala atau bobot, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut ini :
(a). Prosedur amalgamasi, yakni "peleburan" berbagai nilai satuan yang berbeda (misal : ppm, ppb, rupiah, kg/ha/th), dilakukan secara hati-hati.
(b). Skala numerik(1, 2, 3, ....n) mempunyai beberapa kelemahan, antara lain :
• Skala dapat menyebabkan salah tafsir mengenai keakuratan dan obektivitas evaluasi, padahal sebenarnya angka-angka tersebut hanya konversi dari pertimbangan obyektif para pakar.
• Skala numerik dapat merangsang penyusun untuk melakukan operasi matematik, misalnya: menjumlah atau menghitung. Ini merupakan kesalahan total, karena masing-masing skala mempunyai unit satuan yang berbeda-beda.
• Skala numerik merangsang penyusun untuk menghitung skala dampak menjadi suatu totalitas dampak melalui pembobotan.
Apabila dalam pelaksanaan penyusunan ANDAL harus dipilih satu diantara banyak metode yang telah dikenal, maka yang harus dipertimbangkan, menurut Fandely (1992) harus dipertimbangkan beberapa hal :
(1.) Keadaan Lingkungan
Apakah masih alami atau telah dipengaruhi oleh beberapa kegiatan pembangunan. Apabila lingkungan masih alami, lebih baik digunakan metode Leopold. Bila telah ada atau banyak kegiatan pembangunan sebaiknya digunakan metode Fisher and Davies.
(2.) Aktivitas Pembangunan
Apakah aktivitas pembangunan menjangkau wilayah yang luas atau tidak. Untuk kegiatan pembangunan yang mencakup suatu daerah yang luas akan lebih baik menggunakan metode Overlay atau Moore dibanding dengan metode Leopold. Sementara itu pertimbangkan terhadap proyeknya sendiri, apakah aktivitasnya yang diduga menimbulkan dampak banyak atau sedikit.
(3.) Tersedianya Sumberdaya
Apakah untuk studi penyusun ANDAL ini cukup tersedia dana, tenaga dan waktu. Apabila tidak tersedia dana yang cukup, tenaga yang masih belum terampilapalagi waktunya pendek, maka seyogyanya menggunakan metode yang sederhana saja. Misalnya matrik sederhana (metode Adhok) atau Checklist sederhana.
Dalam penyusunan ANDAL, diharapkan dapat melaksanakan uji hasil terhadap 2 (dua) atau lebih metode. Hal ini dimaksudkan untuk dapat memberikan keyakinan apakah hasil dari kedua atau lebih metode tersebut sama atau berbeda. Apabila berbeda akan dapat dilihat kembal1 dimana letak kesalahan pada kedua atau lebih metode yang dicoba. Perbandingan terhadap tiga metode ANDAL yang masing-masing mewakili kelompok metode.
Dalam setiap proses penyusunan Andal perlu dilakukan evaluasi dampak. Cara evaluasi biasanya dengan cara matematis. Dengan cara matematis akan memudahkan untuk menghitung berapa besar dampak yang ada pada tahapan prakonstruksi, konstruksi dan pasca kontruksi. Demikian pula dapat digunakan untuk mengetahui dampak pada set lap komponen lingkungan dan beberapa besar dampaknya. .
Beberapa metode Evaluasi dampak yang terkenal adalah sebagai berikut
(1.) Evaluasi Dampak Metode Overlay
Berdasarkan pada metode prakiraan dampak dengan Overlay, maka setiap dampak terhadap komponen lingkungan digambarkan dalam peta tematik. Apabila indikator dampak negatif terhadap berbagai ekosistem digambarkan dalam peta dengan warna terang, agak gelap dan gelap untuk menggambarkan dampak ringan, sedangkan berat, dan peta ini dioveriay/ditampal maka evaluasinya adalah :
(a). ekosistem yang sangat gelap terkena dampak sangat berat,
(b). ekosistem yang warnanya agak gelap terkena dampak agak berat,
(c). ekosistem yang warnanya terang dapat dievaluasi bahwa ekosistem terkena dampak sangat ringan.
Seringkali untuk memudahkan evaluasi maka besar dampak dipergunakan juga skala. Skala yang dipergunakan dapat berupa angka 1, 2, dan 3 atau kecil, sedang dan besar.
Kemudian dalam evaluasi lebih lanjut bagi ekosistem yang terkena dampak sangat besar, atau angka skalanya paling besar dampaknya dari penjumlahan skala per komponen lingkungan, maka prioritas pencegahan dan penanggulangan dampak negatif menduduki prioritas pertama.
(2.) Evaluasi Dampak Metode Flowchart (Bagan Alir)
Metode Flowchart dapat dipergunakan untuk menggembangkan dampak pada setiap periode atau tahapan pembangunan. Contoh metode flowchart untuk kegiatan
Metode Flowchart ini kemudian berubah menjadi metode network, apabila analisis dampaknya dievaluasi tidak hanya kearah vertikal juga ke arah horizontal.
Dengan melihat skema tersebut dapat dievaluasi sebagai berikut.
(1.) Komponen lingkungan yang terkena dampak pent ing dari kegiatan HPH adalah :
(a). 7 (tujuh) buah komponen fisik,
(b). 3 (tiga) buah komponen biotis,
(c). 10 (sepuluh) buah komponen sosekbudkesmas
(2.) Aktivitas HPH yang banyak menimbulkan dampak biofisik adalah aktivitas pembukaan wilayah dan penebangan/pengadaan angkutan. Sebenarnya aktivitas ini juga menimbulkan dampak terhadap beberapa komponen sosekbudkesmas. Aktivitas penerimaan tenaga kerja banyak memberikan dampak terhadap komponen sosekbudkesmas, sedang pembinaan dan periindungan hutan banyak memberikan dampak terhadap komponen biotis.
Kelemahan dan metode Bagan alir atau Flowchart ini hanya menunjukkan aliran dampak saja, tetapi macam dampak positif atau negatif tidak dapat diberikan. Disamping itu informasi tentang seberapa besar dampaknya juga tidak diberikan.
(a). Evaluasi terhadap aktivitas
Dari keempat aktivitas pada tahapan konstruksi yang paling banyak menimbulkan dampak terhadap komponen lingkungan yaitu aktivitas pembangunan dam, saluran pengelak dan konstruksi lainnya. Aktivitas yang paling sedikit menimbulkan dampak terhadap lingkungan yaitu aktivitas uji coba.
(b). Evaluasi terhadap komponen terkena dampak
Komponen lingkungan yang terkena dampak pada tahap konstruksi adalah :
• Komponen fisik 12 buah,
• Komponen biotis 3 buah,
• Komponen Sosekbudkesmas 8 buah
(c). Dampak yang mungkin timbul adalah dampak hingga orde 2.
(3.) Evaluasi Dampak Metode Checklist
Metode Checklist yang sangat terkenal dan mudah dievaluasi adalah metode Checklist Bettelle dan Columbus. Rekapituiasi dan Metode Bettelle dapat disusun sebagai berikut (Tabel 3).
Evaluasi dampak terhadap aktivitas pembukaan lahan proyek pembangunan pemukiman adalah sebagai berikut.
(EQ x PIU) - (EQ' x PIU') = 58,37 - 52,54 = - 5,83
Keterangan :
EQ (Environmental Quality) merupakan nilai skala kualitas lingkungan bagi setiap faktor atau parameter lingkungan. Skala tersebut besarnya antara angka 0 sampai 1. Angka 0 berarti kualitas lingkungan sangat jelek dan angka 1 menunjukkan kualitas lingkungan sangat baik.
PIU (Parameter Importance Unit) yaitu nilai unit kepentingan faktor atau parameter lingkungan bagi semua faktor lingkungan.

Caranya adalah :
Nilai Penting Faktor A
PIU Faktor A = ----------------------------------------------- x 100
Total Nilai Penting Semua Faktor
Dari Tabel metode Battelle pada aktivitas pembukaan lahan dapat diuraikan evaluasi sebagai berikut.
(1.) Komponen Fisik
Secara keseluruhan komponen fisik pada aktivitas pembukaan lahan pada proyek transmigras-i akan terkena dampak negatif yaitu sebesar -5,83.
(2.) Parameter Komponen Fisik yang terkena :
(a) dampak positif adalah pH tanah,
(b) dampak negatif adalah parameter bentuk lahan, kandungan Fe tanah, turbidity, suhu dan pH air.
Dari hasil perhitungan dampak metode Battelle, selanjutnya dibuat rekapituiasi untuk seluruh aktivitas dan komponen lingkungan.
(3.) Metode Sistem Evaluasi Lingkungan (Environmental Evaluation System).
Metode ini sangat cocok digunakan untuk mengadakan evaluasi komponen-komponen lingkungan yang telah mengalami perubahan. Oleh karenannya metode ini sangat cocok untuk Studi Evaluasi Lingungan (SEL). Untuk dapat membuat evaluasi maka diperlukan suatu standar atau baku mutu sesuatu komponen. Pada umumnya metode ini dipergunakan untuk menganalisis suatu bentang lahan.
Cooke dan Doorkamp (1978) menyatakan bahwa metode ini dipergunakan untuk mengadakan evaluasi bentuk lahan dan aspek panorama. Oleh karenanya metode ini cocok untuk memlai bentang alam untuk rekreasi pada tempat-tempat :
• Jalur hijau
• Taman Nasional
• Area di lindungi
• Cagar budaya
• Cagar alam
• dan tempat-tempat lain yang masih alami.
Evaluasi bentang alam ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan, pengukuran dan observasi untuk dapat melakukan penilaian. Penilaian didasarkan pada suatu standar yang dibuat oleh Leopold, 1969 (Cooke dan Doorkamp, 1978).
 (4.) Metode Matrik Interaksi Leopold
Metode Leopold ini juga dikenal sebagai "Matriks Leopold" atau "Matrik interaksi dari Leopold". Metode menarik ini mulai dikembangkan oleh Dr. Luna Leopold dan teman-temannya di Amerika Serikat pada tahun 1971. Metode ini dirancang untuk menganalisis dampak lingkungan pada berbagai proyek konstruksi yang berada di suatu wilayah yang relatif masih at ami, Metode ini sangat baik untuk memberi informasi hubungan sebab dan pengaruh suatu aktivitas atau kegiatan; disamping itu juga dapat menunjukkan hasil secara kuantitatif, dan juga balk untuk mengkomumkasikan hasil.
Metode matrik Leopold membagi atau mennci sebanyak 100 (seratus) macam aktivitas dari suatu proyek dan membagi 88 (delapan puluh delapan) komponen lingkungan.
Matrik yang diperkenalkan merupakan matriks interaksi dari
100 (seratus) jenis aktivitas proyek dengan 88 (delapan puluh delapan) jenis komponen lingkungan (matrik berdimensi 100 x 88).
Seratus jenis aktivitas proyek tersebut merupakan penjabaran dari 11 kelompok kegiatan proyek, yang terdiri atas :
(a). Modifiksi areal (13 aktivitas)
(b). Perubahan lahan dan pembuatan lingkungan fisik (10 aktivitas)
(c). Ekstraksi sumberdaya (7 aktivitas)
(d). Pemrosesan (15 aktivitas)
(e). Perubahan lahan (6 aktivitas)
(f). Pembaharuan sumberdaya (5 aktivitas)
(g). Perubahan lalulintas (11 aktivitas)
(h). Penempatan dan pengotahan limbah (14 aktivitas)
(i). Pengolahan bahan kimia (5 aktivitas)
(j). Kecelakaan (3 aktivitas)
(k). Lain-lain.
Sedang 88 jenis komponen lingkungan yang terdapat dalam matrik merupakan penjabaran dari 5 kelompok komponen lingkungan sebagai berikut :
(a). Fisik dan Kimia
− Bumi (6 parameter)
− Air (7 parameter)
− Atmosfir (3 parameter)
− Proses alamiah (9 parameter)
(b). Keadaan biologi
− Flora (9 parameter)
− Fauna (9 parameter)
(c). Sosial-budaya
− Tata guna tanah (9 parameter)
− Rekreasi (7 parameter)
− Estetika dan minat masyarakat (10 parameter)
− Status budaya (4 parameter)
− Fasilitas dan aktivitas buatan manusia (6 parameter)
(d). Interaksi ekologi (7 parameter)
(e). Lain-lain komponen.
Dampak lingkungan dari proyek d1identifikasi dengan membuat interaksi antara aktifitas dan komponen lingkungan. Biasanya besaran dampak atau "magnitude" dan pentingnya dampak (importance) ditentukan besarnya, dengan langkah sebagai berikut :
(1). Langkah I
Langkah pertama adalah membuat matrik dengan menentukan dampak dari tiap aktivitas proyek terhadap komponen lingkungan. Apabila diduga akan terjadi dampak pada suatu komponen lingkungan akibat dari suatu aktivitas maka kotak pertemuan atau sel pada tabel matriks diberi tanda diagonal.
(2). Langkah II
Langkah kedua adalah, setiap kotak yang ada diagonalnya akan ditetapkan besaran (magnitude) dan tingkat kepentingan (importance) dampaknya. Besaran dampak yang diduga timbul dinyatakan dalam nilai angka satu sampai sepuluh. Nilai satu merupakan besaran terkecil sedang sepuluh terbesar. Penentuan besaran dampak berupa skala didasarkan pada analisis evaluasi yang obyektif dengan cara-cara kualitatif maupiin kuntitatif. Seringkali besaran dampak ditentukan secara "profesional judgement" atau pertimbangan keahlian. Dampak positif diberi tanda "+", dan untuk dampak negatif diberi tanda"-".
(3). Langkah III
Untuk besaran kepentingan dampak diberikan nilai satu sampai dengan sepuluh. Nilai kepentingan ini ditinjau dari kepentingan proyek, sektoral lokat, regional dan nasional. Penyusunan atau penetapan arti dari skala dilakukan berdasarkan pertimbangan yang obyektif dari tim interdisipiin yang melakukan analisis tersebut.
Metode matrik interaksi Leopold dapat digambarkan dalam suatu Tabel 12.5 matrik sebagai berikut.
Yang menarik dari Metode matrik Leopold ialah metode tersebut telah dipergunakan oleh banyak tim dengan modifikasi yaitu dilakukan perubahan pada jumlah aktivitas proyek dan komponen lingkungan. Komponen dan aktivitas proyek diubah menjadi lebih banyak jumlahnya atau dapat pula menjadi lebih sedikit jumlahnya. Demikian pula untuk komponen lingkungan yang seharusnya 88 komponen dapat dikurangi atau ditambah sesuai dengan proyek yang bersangkutan.
Metode ini dapat dipergunakan datam penyaringan untuk identifikasi dampaklingkungan dan dapat memberikan gambaran dampak secara keseluruhan atas dasar dampak yang timbul pada setiap komponen lingkungan; dari tabel matrik interaksi Leopold dapat diketahui komponen apa saja yang banyak terkena dampak. Demikian juga dapat diketahui aktivitas apa saja yang banyak memmbulkan dampak. Matrik ini dapat di pergunakan untuk melihat besar dan banyaknya dampak positif dan negatif dan suatu proyek. Disamping itu juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi lingkungan pada berbagai tingkat pembangunan proyek. Misalnya sewaktu rencana pembangunan proyek (Pra Kontruksi) sewaktu proyek sedang dibangun (Konstruksi) dan sewaktu proyek beroperasi.(Pasca Konstruksi).
Metode ini telah digunakan untuk berbagai macam proyek seperti pada proyek-proyek pembuatan jalan, pertambangan, pembangunan sumberdaya air, jalan kereta api dan sebagainya. Kesemua proyek-proyek tersebut berada dalam daerah yang relative masih alami.

PERANCANGAN TATA LETAK PABRIK

⊆ 09.46 by Evans Blog | ˜ 1 komentar »

  1. Definisi Perancangan Tata Letak
Perancangan tata letak didefinisikan sebagai perancangan lokasi dan konfigurasi departemen-departemen, stasiun kerja, dan semua peralatan yang terlibat dalam proses konversi bahan baku menjadi barang jadi.
 James M. Apple mendefinisikan perancangan tata letak pabrik sebagai perencanaan dan integrasi aliran komponen-komponen suatu produk untuk mendapatkan interelasi yang paling efektif dan efisien antar operator, peralatan, dan proses transformasi material dari bagian penerimaan sampai ke bagianpengiriman produk jadi.

Berdasarkan hierarki perencanaan fasilitas dan definisi perancangan tata letak yang telah diuraikan sebelumnya, maka pengertian perancangan tata letak yang dipakai dalam tugas akhir ini adalah pengaturan konfigurasi stasiun kerja produksi yang disusun berdasarkan interaksi antar departemen yang memenuhi kriteria-kriteria tertentu sehingga interaksi tersebut optimal dalam proses transformasi material dari bahan mentah menjadi produk jadi.
  1. Masalah dalam Perancangan Tata Letak
Industri manufaktur selalu berada dalam persaingan yang ketat. Menghadapi kondisi ini, dimana variasi produk tinggi, daur hidup produk yang pendek, permintaan yang berubahubah, dan adanya tuntutan dalam hal pengiriman yang tepat waktu, menyebabkan perusahaan memerlukan strategi untuk meningkatkan efisiensi dalam menggunakan fasilitas. Suatu sistem manufaktur harus dapat menghasilkan produk-produk dengan ongkos yang rendah dan kualitas tinggi, serta dapat mengirimkannya tepat waktu kepada pelanggan. Suatu sistem juga harus dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, baik dari perancangan proses maupun permintaan produk.
Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan merancang tata letak pabrik atau melakukan konfigurasi ulang tata letak pabrik. Menurut Nicol dan Hollier 1983, perancangan tata letak tidak hanya diperlukan saat membangun perusahaan baru, tetapi juga saat mengembangkan perusahaan, melakukan konsolidasi atau mengubah struktur perusahaan. Perusahaan yang telah mapan membutuhkan perubahan tata letak fasilitasnya setiap dua atau tiga tahun sekali.
Tata letak pabrik yang baik dan didukung pula dengan koordinasi kerja yang bagus antar setiap departemen dalam perusahaan diharapkan membuat perusahaan tetap bertahan dan sukses dalam persaingan industri di bidangnya.
TIPE TATA LETAK
Secara umum sistem operasi produksi dibagi menjadi dua tipe dasar, yaitu:
  1. Operasi kontinu, yang dicirikan dengan tingginya volume produksi, penggunaan peralatan khusus, variasi produk sedikit, adanya standarisasi produk serta adanya produk yang dibuat sebagai persediaan.
  2. Operasi tak kontinu (intermittent), yang dicirikan dengan volume produksi rendah, penggunaan peralatan yang umum (fleksibel), aliran produksi yang tidak kontinu, seringnya terjadi perubahan jadwal, variasi produk tinggi, dan produk dibuat untuk memenuhi pesanan pelanggan.
Sistem operasi diatas memiliki konsekuensi pada tipe tata letak yang dipilih. Tipe tata letak dasar adalah sebagai berikut:

  1. Tata Letak Proses (Process Layout)
Tata letak berdasarkan proses, sering dikenal dengan process atau functional layout, adalah metode pengaturan dan penempatan stasiun kerja berdasarkan kesamaan tipe atau fungsinya. Mesin-mesin yang digunakan tata letak proses berfungsi umum (general purpose). Tata letak proses umumnya digunakan untuk industri manufaktur yang bekerja dengan volume produksi yang relatif kecil dan jenis produk yang tidak standar (Wignjosoebroto, 2000). Keuntungan dari penggunaan tata letak proses yaitu:

Total investasi yang rendah untuk pembelian mesin dan peralatan produksi lainnya.
a.  Fleksibilitas tenaga kerja dan fasilitas produksi besar dan sanggup mengerjakan berbagai macam jenis dan model produk.
b.  Kemungkinan adanya aktivitas pengawasan yang lebih baik dan efisien melalui spesialisasi pekerjaan.
c.  Pengendalian dan pengawasan lebih mudah dan baik terutama untuk pekerjaan yang sukar dan butuh ketelitian tinggi.
d.  Mudah untuk mengatasi breakdown dari mesin, yaitu dengan cara memindahkan prosesnya ke mesin lain tanpa banyak menimbukan hambatan yang signifikan.
Keterbatasan dari tata letak proses antara lain:
  1. Ketidakefisienan dalam proses disebabkan oleh adanya backtracking.
  2. Adanya kesulitan dalam menyeimbangkan kerja dari setiap fasilitas produksi yang akan memerlukan penambahan ruang untuk work-in-process storage.
c.Adanya kesulitan dalm perencanaan dan pengendalian produksi.
  1. Operator harus memiliki keahlian yang tinggi untuk menangani berbagai macam aktivitas produksi.
  2. Produkstivitas yang rendah disebabkan setiap pekerjaan yang berbeda, masing-masing memerlukan setup dan pelatihan operator yang berbeda.
Berikut akan diberikan gambar yang mengilustarsikan sebuah tata letak proses.
Gambar 1. Contoh tata letak proses (Wignjosoebroto, 2000)
  1. Tata Letak Produk (Product Layout)
Tata letak berdasarkan produk, sering dikenal dengan product layout atau production line layout, adalah metode pengaturan dan penempatan stasiun kerja berdasarkan urutan operasi dari sebuah produk. Sistem ini dirancang untuk memproduksi produk-produk dengan variasi yang rendah dan volume yang tinggi (mass production). Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberikan produktifitas tinggi dengan ongkos yang rendah.

Keuntungan tata letak produk ini yaitu:
  1. Aliran pemindahan material berlangsung lancar, sederhana, logis, dan OMH-nya rendah.
  2. Work-in-process jarang terjadi karena lintasan produksi sudah diseimbangkan.
  3. Total waktu yang digunakan untuk produksi relatif singkat.
  4. Kemudahan dalam perencanaan dan pengendalian proses produksi.
  5. Memudahkan pekerjaan, sehingga memungkinkan operator yang belum ahli untuk mempelajari dan memahami pekerjaan dengan cepat.
Keterbatasan dari tata letak produk yaitu:
  1. Kurangnya fleksibilitas dari tata letak untuk membuat produk yang berbeda.
  1.  
    1. Stasiun kerja yang paling lambat akan menjadi hambatan (bottleneck) bagi aliran produksi.
    2. Adanya investasi dalam jumlah besar untuk pengadaan mesin, baik dari segi jumlah maupun akibat spesialisasi fungsi yang harus dimilikinya.
    3. Kelelahan operator: operator mudah menjadi bosan disebabkan pengulangan tanpa henti dari pekerjaan yang sama.
    4. Ketergantungan dari seluruh proses terhadap setiap part: kerusakan pada suatu mesin atau kekurangan operator untuk mengendalikan stasiun kerja bias menghentikan keseluruhan hasil produksi pada satu line produk.
Berikut akan diberikan gambar yang mengilustarsikan sebuah tata letak produk.

Gambar 2. Contoh tata letak produk (Wignjosoebroto, 2000)

  1. Tata Letak Posisi Tetap (Fix Potition Layout)
Tata letak posisi tetap, sering dikenal dengan fixed material location atau fixed position layout, adalah metode pengaturan dan penempatan satsiun kerja dimana material atau komponen utama akan tetap pada posisi/lokasinya, sedangkan fasilitas produksi seperti tools, mesin, manusia, serta komponen lainnya bergerak menuju lokasi komponen utama tersebut.

Keuntungan dari tata letak posisi tetap yaitu:
  1. Karena banyak bergerak adalah fasilitas produksi maka perpindahan material bisa dikurangi.
  2. Bila pendekatan kelompok kerja digunakan dalam kegiatan produksi, maka kontinyuitas operasi dan tanggung jawab kerja bisa tercapai dengan sebaik-baiknya.
  3. Kesempatan untuk melakukan pengkayaan kerja (job enrichment) dengan mudah bisa diberikan, selain itu juga dapat meningkatkan kebanggaan dan kualitas kerja karena dimungkinkan untuk menyelesaikan pekerjaan secara penuh (“do the whole job”).
  4. Fleksibilitas kerja tinggi.
Keterbatasan tata letak posisi tetap yaitu:
  1. Besarnya frekuensi perpindahan fasilitas produksi, operator, dan komponen pendukung pada saat operasi kerja berlangsung.
  2. Memerlukan operator dengan skill yang tinggi disamping aktivitas supervisi yang lebih umum dan intensif.
  3. Adanya duplikasi peralatan kerja yang menyebabkan dibutuhkannya lokasi untuk work-in process.
  4. Memerlukan pengawasan dan koordinasi kerja yang ketat khususnya dalam penjadwalan produksi.
    Gambar 3 dibawah ini mengilustrasikan sebuah tata letak posisi tetap.
Gambar 3. Contoh tata letak posisi tetap (Wignjosoebroto,2000)

  1. Tata Letak Teknologi Kelompok (Group Technology Layout)
Henry C.Co mendefinisikkan tata letak teknologi kelompok (group technology layout) sebagai teknik untuk mengidentifikasi dan mengelompokkan bersama komponen-komponen yang sama atau berhubungan dalam proses produksi untuk mengoptimalkan aliran produksi.

Dalam konsep manufaktur, teknologi kelompok didefinisikan sebagai suatu filosofi manajemen yang melakukan pengidentifikasian dan pengelompokkan part berdasarkan kemiripan dalam perancangan dan proses manufaktur. Teknologi kelompok dimaksudkan untuk memperoleh efisiensi yang tinggi pada tata letak produk dan fleksibilitas yang tinggi pada tata letak proses.

Penelitian tentang teknologi kelompok untuk sistem manufaktur pertama kali dimulai akhir tahun 1950. Pada saat itu para peneliti mulai menyadari bahwa beberapa part memiliki pendekatan manufaktur yang sama secara umum. Selanjutnya mereka menyimpulkan bahwa part tersebut bisa dikelompokkan dan diproses bersama, serupa dengan mass production. Berdasarkan kesimpulan ini, mareka kemudian membuat kelompok-kelompok part yang sama dan kemudian menggunakan kelompok mesin dan tools tertentu untuk memproduksinya, dengan tujuan untuk mengurangi setup. Peneliti utama yang dikenal dengan teori ini adalah S.P Mitronov, seorang peneliti asal USSR. Dalam tahun-tahun berikutnya, mulai berkembang beberapa klasifikasi dan sistem koding (coding system) untuk menyusun part family. Pada awal tahun 1960 konsep teknologi kelompok mulai diterapkan pada perusahaan untuk pertama kalinya, dan sejak saat itulah konsep teknologi kelompok mulai diterima secara menyeluruh di dunia.

Beberapa persoalan muncul yang dalam penyusunan tata letak teknologi kelompok adalah pengidentifikasian part family, pengidentifikasian machine cell dan pengalokasian part family atau machine cell (atau sebaliknya). Disamping itu juga terdapat beberapa tujuan dan konstrain yang penting dalam penyusunan teknologi kelompok, antara lain:
  1. Cell independence
Yang menjadi tujuan utama dari formasi sel dalam teknologi kelompok adalah kebebasan antar sel, dimana tidak ada lagi ketergantungan antar sel.
  1. Cell flexibility
Fleksibilitas berhubungan dengan kemampuan untuk memproses part oleh mesin-mesin di dalam sel (internal routing flexibility), kemampuan untuk mengirimkan part ke sel lain (external routing flexibility), dan kemampuan sel untuk mengakomodasi part baru (process fleksibility).
  1. Cell system layout
Saat tujuan utama, cell independence, tidak tercapai, maka akan terjadi perpindahan antar sel. Oleh karena itu, pengaturan tata letak sel harus optimal karena akan mempengaruhi jarak perpindahan dan pola aliran material.
  1. Cell layout
Tata letak mesin didalam sel merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi jarak perpindahan, pola aliran material.
  1. Cell size
Ukuran dari sel merupakan jumlah dari mesin/tipe proses yang disediakan dalam suatu sel. Ini merupakan variabel yang perlu dikontrol. Contohnya, ukuran sel tidak boleh terlalu besar karena dapat menghambat lingkungan sosial (sociological environment) dalam sel dan menghambat pengawasan.


  1. Additional investment
Dengan adanya pengelompokkan mesin ke dalam sel untuk mengerjakan part family tentunya akan ada investasi tambahan untuk mesin. Hal ini merupakan konstrain utama bagi perusahaan dalam menyusun tata letak produksinya. Gambar 2.5 mengilustrasikan sebuah tata letak teknologi kelompok.
Gambar 4. Contoh tata letak teknologi kelompok (Wignjosoebroto,2000)
Beberapa keuntungan dari tata letak teknologi kelompok dibandingkan dengan tata letak yang lain adalah sebagai berikut :
  1. Pengurangan waktu setup. Suatu sel manufaktur dirancang untuk mengerjakan part-part yang memiliki kesamaan bentuk ataupun proses. Pada sel tersebut, part-part dapat dikerjakan dengan menggunakan alat bantu (fixture) yang sama, sehingga waktu untuk mengganti alat bantu maupun peralatan lainnya dapat dikurangi.
  2. Pengurangan ukuran lot. Jika waktu setup dapat dikurangi, maka ukuran lot yang kecil menjadi mungkin dan ekonomis. Ukuran lot yang kecil juga dapat membuat aliran produksi lebih lancar.
  3. Pengurangan work-in-process (WIP) dan persediaan barang jadi. Jika waktu setup dan ukuran lot menjadi kecil maka jumlah WIP dapat dikurangi. Part-part dapat diproduksi menggunakan konsep just-in-time (JIT) dengan ukuran lot yang kecil sehingga waktu penyelesaiannya lebih cepat.
  4. Pengurangan waktu dan ongkos material handling (OMH). Pada tata letak seluler, tiap part diproses seluruhnya dalam satu sel (jika dimungkinkan). Oleh karena itu, waktu dan jarak perpindahan part antar sel lain menjadi minimal.
  5. Perbaikan kulitas produk. Oleh karena part-part berpindah dari stasiun kerja satu ke stasiun kerja yang lainnya dalam unit yang tunggal dan diproses dalam area yang relatif kecil, maka penjadwalan dan pengendalian job akan lebih mudah. Masukan terhadap perbaikan akan lebih cepat dan proses dapat dihentikan jika terjadi kesalahan.